Yap, ni artikel sifatnya tidak resmi. Maaf ya, Pak Suprihationo, bukannya meremehkan. Hanya saja, ini artikel saya anggap sebagian dari tugas-tugas biasa. Jadi jika ada kekurangannya mohon ditambahkan sendiri. Karena, sudah saya cari ini informasi sampai larut malam. Demi mengumpulkan tugas Ekstra Jurnalistik. Saya mencari infonya ditemani teman saya Faniza Widya Pangestu yang juga membantu saya dalam mencapai tempat tujuan. Oke, daripada banyak sambutan yang dirasa kurang penting, alangkah baiknya, jika langsung saja dibaca, hal-hal yang saya temukan di Pasar Tradisional Bulu pada malam hari.

Pasar Bulu merupakan pasar tradisional yang terletak di Jalan Sudirman. Pasar ini memang terletak di salah satu pusat Kota Semarang. Namun, apa yang dialami para pedagang Pasar Bulu, tidak semuanya beranggapan bahwa berjualan di Pasar Bulu akan mendapat penghasilan yang besar. Salah satu contohnya, Bu Sholeh, pedagang baju yang berada di lantai 1 Pasar Bulu. “Kalau kehidupan di Pasar Bulu ini sih ya enak-enak saja, mas. Cuma, jualannya jarang lakunya, soalnya, pasarnya jelek,” tuturnya. Dia juga menambahkan, “Saya kontrak disini tiap tahunnya Rp 400.000, itu ya cuma kontrak saja, kalau urusan mandi, makan dan sebagainya. Ada biaya  tambahan lagi. Misalnya, mandi Rp 1000 dan Rp 8000 untuk makan. Tiap hari itu ya seperti itu, mas.” Di Pasar Bulu ini, banyak diantara pedagang hanya mempunyai untung perhari nya sekitar Rp 5000 hingga Rp 10.000 saja. Kadang, dikala sepi, keuntungan nya hanya Rp 1000.
                                                            Gmb. Bu Sholeh dengan kontrakannya
            Saat saya bertanya pada Bu Sholeh, ”Bu, bagaimana jika keuntungan     perhari Rp 1000, sanggup untuk membayar kontrak selama setahun itu?”, “ Wah, kalau itu, saya sanggup-sanggup saja, mas. Soalnya, dari pensiunan bapaknya dapat Rp 800.000. Bapaknya kan dulunya tentara.” Jawab, ibu 6 anak tersebut. Beliau menambahkan, “Keamanan di Pasar ini, menurut saya sudah baik, soalnya saya tidak pernah kehilangan apapun selama 4 tahun berjualan disini.” (Bzzz, ya iyalah…). Disisi lain pasar, saya juga menemukan pedagang-pedagang yang masih berjualan. Salah satunya, Bu Warti, pedagang buah-buahan di lantai 2 Pasar Bulu.

            Menurut Bu Warti, memang agak susah mendapat keuntungan yang banyak di Pasar Tradisional Bulu ini. Itu dikarenakan, kurangnya daya tarik para pembeli yang ingin
Gmb. Bu Warti sang Pedagang Buah
belanja di kawasan pasar ini. Seperti apa yang dialami Bu Sholeh, Bu Warti pun juga mendapat keuntungan kurang dari Rp 15.000 perhari nya.

            Tidak semua pedagang berjualan di malam hari seperti Bu Warti. Banyak diantara pedagang yang sudah siap-siap untuk beristirahat dan ada pula yang masih sibuk membereskan dagangannya. Bagi anak-anak pedagang pasar, tempat ini merupakan tempat bermain yang sangat indah. Bahkan pada waktu malam hari, bermain dengan teman-teman hingga pagi ± jam 1 barulah mereka beristirahat.

            Yah, inilah Pasar Tradisional Bulu. Ada pedagang, pengemis dan sebagainya. Campur aduk lah pastinya. Huuh… Udahan dulu ya, sang RAJA nampaknya sudah mulai keluar dari gelapnya malam. Sekian dan Terima Kasih.